Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA
(Wakil Ketua Umum MUI Jawa Tengah)
Assalamualaikum wrwb.
Alhamdulillah wa sy-syukru lillah. Segala puji dan syukur hanya milik Allah. Mari kita mensyukuri anugrah, pertolongan, dan kasih sayang Allah, karena kasih sayang dan pertolongan-Nya kita sehat afiat dan dapat melaksanakan aktifitas kita hari ini. Shalawat dan salam mari kita senandungkan untuk Baginda Rasulullah Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan pengikut yang setia dan istiqamah mencintai dan meneladani beliau. Semoga semua urusan kita dimudahkan oleh Allah, dan kelak di hari akhir yang kita yakini benar itu, kota mendapat syafaat beliau.
Saudaraku, hari ini saya mendapat kehormatan menjadi salah satu narasumber di Workshop tentang Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Komite Syariah di Rumah Sakit Syariah yang menjadi rangkaian kegiatan “1st International Islamic Healthcare Conference and Expo (IHEX)” 10-12 April 2018 di Jakarta Convention Center (JCC). Dalam pembukaan dinyatakan oleh Ketua Panitia dr. Burhanuddin dan diamini oleh ketua Mukisi, dr. H. Masyhudi AM, yang juga direktur utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung (RSI-SA), bahwa acara IHEX ini akan digelar sebagai even tahunan di bulan April.
Acara ini menjadi penting bagi munculnya fajar menyingsing dan wujud kesadaran baru, masyarakat Muslim dan juga kalangan pengelola rumah sakit, akan perlunya standar pengobatan dan pentingnya kebanggaan dan pengelolaan rumah sakit sesuai dengan prinsip syariah. Untuk itu saya menggunakan bahasa yang optimistik, “RUMAH SAKIT SYARIAH INDONESIA DARI JCC (JAKARTA CONVENTION CENTER) GO INTERNATIONAL”. Bahwa dalam awal-awal perintisan, pertumbuhan, dan perkembangannya, masih ada berbagai hal yang harus disempurnakan, tentu sangat disadari. Even IHEX ini diharapkan dapat menjadi momen dan fondasi historis bagi tiang pancang torehan emas lahir, tumbuh, dan perkembangan RS Syariah di Indonesia.
Saat digelarnya IHEX ini, sudah ada hampir 20-an lebih rumah sakit yang sedang bersiap-siap dan segera mendeklarasikan diri sebagai Rumah Sakit Syariah oleh DSN-MUI dan MUKISI. Mengapa, karena setiap usaha yang baik agar umat Islam dapat mengikuti ajaran agamanya secara lebih lengkap (kaffah) termasuk di dalamnya ketika sedang sakit dan memerlukan pengobatan sesuai syariah.
Inisiasi Mukisi dan DSN-MUI merintis, mendeklarasikan RS Syariah, dan menggelar IHEX dan workshop ini, tentu perlu diapresiasi dan disupport baik secara regulasi, kebijakan, dan keputusan politik. Saya menyarankan kepada peserta supaya workshop ini merekomendasikan perlunya dibentuk Komite Syariah di Kementerian Kesehatan. Pertama, karena pelayanan RS Syariah menyangkut layanan publik, meskipun harus memenuhi semua persyaratan sebagai RS menurut regulasi, juga wajib memenuhi kriteria dan kualifikasi sebagai RS Syariah. Analoginya, seperti perbankan syariah, selain harus memenuhi semua persyaratan perbankan secara umum, perbankan syariah harus dapat memastikan kepatuhan syariahnya. Karena itu, diperlukan adanya regulasi yang mengatur tentang SOTK dan Pengelolaan Rumah Sakit Syariah.
Hingga hari ini, seperti sertifikasi halal pada produk yang beredar di pasaran, meskipun sudah ada UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BP JPH) sudah ada, namun perangkat hukum Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur pelaksanaan UU JPH tersebut belum disahkan, sertifikasi halal produk yang dikeluarkan oleh industri, masih bersifat sukarela (voluntary) belum kewajiban (mandatory).
Kedua, dalam struktur organisasi dan tata kelola RS Syariah wajib ada sedikitnya dua orang Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas melaksanakan nasehat, kontrol, dan opini, dan rekomendasi agar kepatuhan syariah (syariah compliance)-nya terpenuhi dengan baik. Selain itu, sebagai organ RS Syariah, perlu ada Komite Syariah (KS) yang sehari-hari bertugas sebagai internal auditor guna melaksanakan, monitoring, dan mengawal semua kegiatan RS agar sesuai dengan syariah. Karena itu, personalia atau sumber daya insani (SDI) yang ditempatkan di komite syariah memenuhi kualifikasi yang memahami dengan baik prinsip-prinsip syariah dan implementasinya dalam operasional RS Syariah.
Saudaraku, ada pertanyaan penting dan mendasar yang mengusik saya sebagai ketua DPS dan mungkin bagi semua pengelola. Apakah mengelola RS sekarang ini benar-benar bisa dijalankan sesuai syariah? Mengapa, karena persoalan obat dan produk farmasi, tampaknya menurut beberapa dokter, yang sudah tersertifikasi syariah masih sangat sedikit. Bahkan Dokter Ni’matullah, MARS, yang memandu workshop mendampingi saya presentasi, sempat mengatakan bahwa obat yang tersertifikasi halal secara kuantitatif, masih di bawah satu persen, atau bahkan 0,001 persen. Terus bagaimana bisa dan berani menyatakan sebagai RS Syariah?
Dalam soal manajemen, akad-akad RS dengan mitra kerja, instalasi gizi, menu, laundry, sanitasi, lingkungan, pembuangan limbah, dan lain-lain yang kasat mata bisa dengan mudah dilakukan. Demikian juga yang terkait dengan bimbingan kerohanian pasien, keluarga, dan pengelola RS, sudah bisa dijalankan dengan baik.
Saudaraku, untuk merintis gagasan besar dan memenuhi ketentuan syariah yang benar, memang membutuhkan nyali, talenta, risk management, dan sekaligus rencana besar yang matang. Karena itu, para ulama dalam memotivasi umatnya, memformulasikan kalimat bijak “الفضل للمبتدي وان احسن المقتدي” artinya “keutamaan itu bagi perintis – atau yang mengawali – meskipun pengikut atau penerusnya lebih baik”. Rencana pasti akan menghasilkan suatu prestasi yang besar. Ibarat orang yang mancing, peluang mendapatkan ikan itu ada, sesuai dengan umpan dalam kailnya. Dapat dipastikan, peluang perolehan yang didapat lebih besar orang yang menjaringnya menggunakan jala. Apalagi menggunakan kapal cantrang yang sedang dimoratorium oleh menteri, pasti hasilnya akan lebih besar lagi.
Sebagai bagian dari kaum Muslim di negeri ini, ikut menaruh harapan, RS Syariah dapat dikelola seperti halnya hotel atau “rumah sehat” yang berbintang empat atau lima. Customer datang langsung disambut dengan senyuman, selamat datang, dan sambutan yang sangat ramah dan friendly. Manajemen berusaha secara maksimal, agar customer dan keluarga mendapatkan kepuasan layanan secara prima. Bukan hanya pelayanan terkait dengan pengobatan saja, akan tetapi pelayanan hati, batin, dan perasaan senang, menjadi bagian penting dari proses pengobatan. Karena itu standard operating procedure atau SOP terkait dengan soft skill capacity SDI RS Syariah menjadi bagian penting yang harus dibuat dan dijalankan agar good hospital governance (GHG) RS Syariah dapat berjalan dengan baik, profesional, dan memuaskan customer.
Selamat dan sukses keluarga besar MUKISI dan Keluarga Besar pengelola Rumah Sakit Syariah di seluruh Indonesia. Anda semua telah menorehkan tinta emas sejarah dan meletakkan fondasi bangunan Rumah Sakit Syariah di Indonesia. Melalui even internasional IHEX pertama di JCC, akan lahir RS Syariah yang semakin besar di Indonesia. “Orang-orang yang berjuang atau berjihad di jalan Allah, pasti Allah akan melapangkan jalan-Nya”. Itulah janji Allah ‘Azza wa Jalla.
Allah a’lam bi sh-shawab.
Wassalamualaikum wrwb.
Garuda Lounge, Bandara Internasional Soekarno Hatta, 11/4/2018.
Sumber : FB https://www.facebook.com/ahmadrofiqabrar/posts/2069802976370503
MUI Jateng