Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA
(Wakil Ketua Umum MUI Jawa Tengah)
Assalamualaikum wrwb.
Allahumma barik lana fi sya’bana wa ballighna ramadlana fi shihhatin wa salamatin wa bulughi l-maram. Ya Allah berkahilah kami di bulan Sya’ban, dan sampaikan (umur) kami di bulan Ramadlan dalam keadaan sehat afiat, dan apa yang kami cita-citakan kesampaian.
Mari kita ungkapkan puji dan syukur kita kepada Allah, hanya atas karunia dan pertolongan-Nya, kita sehat afiat, dapat menyambut dan berjumpa dengan bulan Sya’ban. Bulan dilipatgandakan atau dicabang-cabangkan pahala dan kebaikan dari amal ibadah kita. Shalawat dan salam mari kita senandungkan pada baginda Rasulullah Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan para pengikut yang setia meneladani beliau. Semoga semua urusan kita dimudahkan oleh Allah, dan kelak di akhirat yang kita yakini dan bersiap-siap menuju ke sana, kita mendapat syafaat beliau.
Saudaraku, pada bulan Sya’ban, Allah mencabang-cabangkan pahala dari amal kebaikan kita sebagai hamba-Nya. Rasulullah saw memberikan teladan pada kita sebagaimana riwayat berikut:
عن أبي سلمة أن “عائشة” رضي الله عنها حدثته قالت: “لم يكن النبي صلى الله عليه وسلم يصوم شهرا أكثر من شعبان، فإنه كان يصوم شعبان كله وكان يقول: “خذوا من العمل ما تطيقون، فإن الله لا يمل حتى تملوا”” وفي رواية: “لم يكن صلى الله عليه وسلم يصوم من السنة شهرا تاما إلا شعبان يصل به رمضان” رواه الخمسة ولفظ ابن ماجة: “كان يصوم شعبان ورمضان”.
Riwayat dari Abu Salamah, sesungguhnya ‘Aisyah ra menceritakan, dan berkata: “Tidaklah Nabi saw berpuasa sebulan lebih banyak dari pada bukan Sya’ban, maka sesungguhnya beliau berpuasa bukan Sya’ban seluruhnya dan bersabda: “Ambillah atau laksanakanlah amal perbuatan yang kamu sekalian mampu, sesungguhnya Allah tidak bosan hingga kamu bisan”. Dalam riwayat lain “Tidaklah Nabi saw berpuasa sat7 bukan sempurna dari satu tahun kecuali bulan Sya’ban hingga Ramadlan”. (Riwayat Imam Lima) dan dalam redaksi riwayat Ibnu Majah “beliau berpuasa Sya’ban dan Ramadlan”.
Saudaraku, berbahagialah Anda yang memulai berpuasa pada hari ini. Dan bagi yang belum berpuasa, mari kita berbuat kebaikan semampu kita, seperti dianjurkan oleh Rasulullah saw. Bahwa kita sekarang berada di tahun dan bulan-bulan politik, biarlah aktifitas politik berjalan sebagaimana mestinya. Jangan sampai hiruk pikuk aktifitas politik itu melalaikan kita, dan lupa untuk berbuat kebajikan dan bermanfaat bagi orang lain, umat, dan bangsa ini. Termasuk di dalamnya menghargai kreatifitas anak bangsa. Sudah terlalu banyak dan berukang kali, kreatifitas anak bangsa ini yang justru mendapat perlakuan yang menakutkan karena terancam dikriminalisasi, atau mendapat perlakuan yang tidak semestinya.
Saudaraku, pagi-pagi dapat kiriman “kegalauan, kejengkelan, dan sekaligus kegundahan tingkat tinggi” teman saya Dr. Abu Asmaji Mukhtar, MA, dari kudus yang membuat list “7 hasil karya anak bangsa yang ditolak oleh negaranya sendiri”. Karena ia seorang kyai dan mufassir, maka tutur katanya halus. Supaya tidak terkena ancaman plagiarisme, “curhat kegalauan”-nya, dikutip di sini. Tujuh karya anak bangsa tersebut, yang akhirnya “diambil dan diakui” oleh negara lain adalah :
- Alat terapi kanker (electro capacitive cancer treatmen/ECCT) temuan Dr. Warsito Taruno, yang kebetulan sudah sempat datang di tempat praktiknya.
- Mobil listrik kreasi Ricky Elson.
- Kompor ramah lingkungan, berbahan serpihan kayu ini hasil kreasi dosen fakultas MIPA UN Brawijaya;
- Pemadam api cepat ramah lingkungan berbahan bakar kulit singkong kreasi Randall Hartolaksono;
- Jet Engine bracket, alat penggantung mesin untuk pesawat jet ini kreasi duo kakak beradik, Arfi’an dan Ari. Alat ini mengalahkan lebih dari 700 peserta dari 56 negara yang mengikuti kompetisi 3D Design Engineering yg digelar oleh General Electric di Amerika;
- Tecnologi broadband, sebuah teknologi 4G LTE sistem teresterial di bumi ataupun satelit di luar angkasa, kreasi
Dr. Eng. Khoirul Anwar, alumni ITB; dan terakhir adalah - Metode cuci otak atau brain washing model Digital Subtraction Angiography, kreasi dr. Terawan Agus Putranto, seorang dokter yang bertugas di RSPAD, Jakarta. Yang terakhir ini sudah terancam oleh organisasi profesinya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Saudaraku, ketujuh hasil temuan anak bangsa ini tidak diakui dalam negeri. Kata, Asmaji, kaum intelek dan masyarakatnya banyak yang menolak dengan alasan yang mengada ada. Lucunya lagi, kreasi monil ESEMKA, dulu oleh walikota solo, sempat dipajangi plat nomor merah. Sayang ketika pejabat tersebut, berkesempatan menjadi orang yang sangat penting dan powerful, nasib mobil tersebut, hilang dari peredaran.
Saudaraku, menghargai dan mengakui kreasi anak bangsa, sesungguhnya sangat dinantikan oleh seluruh anak bangsa ini. Karena dengan kreasi tersebut, seharusnya bangsa ini akan mampu mengalami lompatan dahsyat, untuk menjadi negara industri dengan teknologi yang sangat maju atau canggih. Demikian juga, nasib PT Dirgantara Indonesia, yang sudah mampu membuat sendiri pesawat udara super canggih, yang seharusnya bisa menjadi negara produsen, tidak hanya menjadi konsumen dan importir secara terus menerus.
Saudaraku, di tahun politik ini, sudah saatnya negara kita ini memiliki pemimpin yang memiliki kebanggaan pada kreatifitas anak bangsanya sendiri, mendukung, mengembangkannya, dan bersiap menjadi negara industri, yang pada gilirannya akan mampu menghasilkan industri padat karya yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan besar, tanpa harus banyak menggantungkan pada sumber daya manusia dari negara lain, yang belum tentu hasilnya akhirnya ke depan lebih baik bagi negara dan bangsa ini.
Saudaraku, kata ulama bijak, الاعتماد على النفس اساس النجاح artinya “berpegang pada (kemampuan) diri – atau bangsa – sendiri adalah fondasi keberuntungan dan kemenangan. Karena kita berharap dan doakan para pemimlin negara kita ini, dapat merubah orientasi dan fikirannya untuk memajukan bangsa dan negaranya sendiri.
Mari kita ingat, camkan, dan pikirkan secara mendalam, dan tindaklanjuti dengan kerjanyata pesan Bung Karno, proklamator dan pendiri bangsa Indonesia, “jangan sampai kita jadi kuli di negeri orang dan kuli di negeri sendiri”. Juga peribahasa, “hujan emas di negeri orang, lebih enak hujan batu di negeri sendiri”. Sebenarnya negara kita ini sangat kaya sumber daya alam minyak, batubara, dan emas. Sayangnya, kita tidak punya keberanjan untuk menjadikan “hujan emas di negeri sendiri” karena merasa “lebih nyaman” emas dibawa ke negeri orang. Ironis memang! Hanya kemauan dan dukungan politik yang mampu merubah menjadi “hujan emas di negeri sendiri”. Dan insya Allah jika itu bisa dilakukan akan menjadi amal shalih, dan ibadah siyasah yang sangat kongkrit “pahalanya”, apalagi di bulan Sya’ban.
Allahu a’lam bi sh-shawab.
Ngaliyan, Semarang, 17/4/2018.
MUI Jateng