Semarang – Putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) harus dapat dilakukan eksekusi oleh pengadilan. Banyak putusan Basyarnas yang diperiksa ulang oleh pengadilan karena diduga berisi deklaratoir.
Ketua Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia Majelis Ulama (MUI) Jawa Tengah, H. Eman Sulaeman, M.H mengatakan bahwa banyak putusan arbitrase yang diperiksa ulang oleh pengadilan. Menurut Eman, diduga ada ada dua hal, yaitu hakim pengadilan agama tidam mengetahui bahwa putusan Basyarnas bersifat final.
“Dugaan kedua, putusan Basyarnas tidak deklaratoir,” kata Eman, dalam Halaqah Ulama Prospek Arbitrase Syariah sebagai Solusi Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, di Hotel Pandanaran, Semarang, Ahad, 31 Oktober 2021.
Dalam paparannya, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo ini menyampaikan bahwa prosedur beracara di Basyarnas mengadopsi cara beracara hukum acara perdata. Meski mengikuti prosedur yang sama, putusan Basyarnas tidak mempunyai kewenangan eksekusi. Agar dapat dieksekusi, putusan Basyarnas harus didaftarkan terlebih dahuul ke Pengadilan Agama dengan amar putusan sesuai dengan hukum acara perdata.
“Putusan harus eksekutabel. Ini yang dianggap remeh oleh arbiter, dan oleh hakim PA diperika ulang karena putusan tidak eksekutabel. Putusan dibuat oleh ahli ekonomi Islam, tapi tidak paham hukum acara peradilan. Maka Basyarnas harus ada (diisi) oleh unsur ahli ekonomi syariah, praktisi dan ahli hukum,” tambahnya.
Lebih lanjut, Eman menjelaskan bahwa rata-rata putusan Basaryarnas bersifat deklaratoir. Isinya umumnya berbunyi, menyatakan… Menurunya, putusan deklaratoir itu hanya menegaskan hukum yang sudah ada, bukan membentuk putusan baru.
Ia menambahkan, bahwa dalam sebuah putusan harus memuat alasan dan rincian. Putusan tidak boleh hanya berisi amar, tapi ada dasar hukum yang harus diambil, baik itu dari peraturan perundangan dan sumber hukum yang tidak tertulis, atau pendapat-pendapat para ulama, termasuk pendapat DSN.
“Semua ada permohonan harus diadili/dipertimbangkan, tidak boleh memeriksa sebagian saja dan mengabaikan selebihnya. Tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan, serta putusan diucapkan dalam sidang terbuka dan terbuka untuk umum,” tambahnya.
Sementara untuk syarat eksekusi, putusan harus kondemnatoir, lalu putusan yang sudah inkrach, dan tidak ada kerelaan secara sukarela. Putusan arbiter dilaksanakan secara musyawarah. Apabila terjadi perbedaan pendapat, maka harus dicantumkan dalam putusan akhir, berikut tuntutan masing-masing pihak dan pihak lainnya ada dalam suatu putusan.
“Putusan Basyarnas yang ditandatangani arbiter ini putusannya final, dan wajib dilaksanakan. Salinan putusan harus diberikan kepada para pihak,” pungkasnya.
Selain Kiai Eman, bertindak sebagai narasumber pada season Ahad pagi yaitu Sekretaris Basyarnas MUI Pusat Dr. Azharudin Lathif.
Kegaitan Halaqah Ulama tentang Prospek Arbitrase Syariah diselenggarakan bersama oleh Komisi Hukum dan HAM dan Komisi Fatwa MUI Jawa Tengah. Halaqah ini dibuka secara resmi oleh Ketua Umum MUI Jateng Dr. KH. Ahmad Daroji, M.Si. [*]